Purwokerto-24/09 Purwokerto kembali di
invasi orang dari Heartcorner community kembali melakukan perjalanan ruang
angkasa, Space Invasion kali ini menampilkan beberap 3 line-up yg cukup unik
berbeda.
Penonton pertama kali serasa diterbangkan dengan noise
experimentalanya Ozsa Erlangga (Rantau-Ranjau), sungguh pemanasan yg sangat
unik layaknya memanaskan sebuah mesin Ozsa Erlangga begitu terampil dalam
memainkan berbagai macam effect termasuk sangkar yang didalamnya terdapat
gagang pesawat telepon.
Pemanasan usai, kini telinga penonton disuguhkan
Sadstory On Sunday. Masih dalam nuansa angkasa, hampir memasuki fase inti kita
dibawa berkeliling angkasa aula fisip unsoed. Aksi-aksi personil sungguh
memukau diikuti oleh anggukan penonton yang seakan terbawa arus angkasa saat
itu.
Serasa mengambang jika belum memasuki fase inti, kali
ini angkasa kita kedatangan band dari tetangga COMA dari malaysia. Dengan
postrock eksperimentalnya, mengobok-obok perasaan penonton dengan setting
lighting redup membawa kita memasuki nuansa sendu. Dengan format yang langka 3
gitar termasuk Sam koh sebagai front liner, 2 bass, dan 1 drum, mereka
bersinergi membawakan musik instrumental yang lebih mengedepankan rasa. Jika
kita lihat alur jalannya event Space Invasion ini, COMA bisa dibilang sebagai
proses pendinginan namun tetap menggairahkan hingga penghujung acara.
QnA with COMA
Bagaimana
perasaan anda datang ke Purwokerto?
“Kami suka purwokerto, kami sangat mencintai
purwokerto, ini sungguh seperti rumah saya sendiri. Sangat kental
kekeluargaannya.Orang-orang disini sangat luar biasa, “This nite so fvcking
night.”
Bisa ceritakan
sejarah dari COMA?
“Beberapa dari kami adalah teman ketika SMA, musik
kami terbentuk tidak berdasarkan dan bertujuan mencari uang. COMA tidak
berharap bermain musik dengan melibatkan unsur uang, kami berjuang kisaran 10
tahun dan kami mendapat beberapa personel ada Bryan , Hassan, Alvin, dan
kemudian kami merekrut Binsen untuk memainkan bass, kami mengajak dia karena
dia bisa melakukan banyak hal. Kemudian ada lagi Michael dia begitu lama di
COMA, dia yang membuat rasa lagi dan lagi. Inilah kami,Jika kami hanya berharap
dan berharap kami tak akan bisa maju, apa yang akan kami lakukan. Ada yang
pergi ada seseorang yang datang, tetapi kami akan sangat sedih jika ada
seseorang yang pergi dari COMA. Karena di COMA kami sudah seperti keluarga,
seperti kakak beradik, kamu tahu ketika kamu melihat kami kamu tidak melihat
saya melainkan kamu melihat kami COMA secara keseluruhan.”
Mengapa COMA
mengambil genre postrock eksperimental padahal genre tersebut jarang diketahui
khalayak ramai?
“Oke Kamu sekarang bisa sebut kami bukan postrock band
kamu bisa sebut kami band rock, atau band punk, terserah yang kamu inginkan itu
hanyalah sebuah genre. Kamu tahu kenapa kami memainkan instrumental? Itu karena
lirik hanya dapat menggambarkan 1 hal saja, tapi dengan instrumental kami dapat
menggambarkan sesuatu yang besar, imajinasi di lagu juga akan lebih bebas,
kemudian membuat emosi, emosi itu seperti jembatan yang menghubungkan kita.”
“Musik menghubungkan semua orang untuk membuat orang menjadi tahu, Bisa
diibaratkan bahwa saya hanya bisa bahasa inggris tidak bisa bahasa lain, tetapi
dengan musik saya bisa membahasakan kepada anda.” tukas Briyan penggebuk drum
COMA.” Musik adalah bahasa universal, dan setiap orang bisa mengartikan lagu
itu sebebas-bebasnya.”
Apakah kalian mempunyai album?
“Yah, album kami sedang di rekam, masih dalam proses
editting. Kami sekarang sedang fokus ke tour, membuat beberapa cerita. Kami
sudah bosan di malaysia, musik dan pergi keseluruh dunia dengan standar
internasional, kenapa tidak? Kenapa kita masih tetap di pulau sendiri, kami
tidak peduli terhadap audiens mau suka ataupun tidak kepada kita. Setiap show
yang kami main bagaikan show yang terakhir.”
Kenapa mengambil tour ke Indonesia?
“Kenapa
tidak, dunia ini lebih besar dari malaysia, kamu dan kami sama kita berdiri
ditanah yang sama dengan bulan yang sama.”
Kemana project tour selanjutnya?
“Oke,
kami akan kembali kesini lagi kami mungkin akan pergi ke Jogja, Surabaya,
Bandung, dan Jakarta. Bali juga mungkin
Lombok”
Text: Usman Nurfatah
Foto: Huda Ya
Foto: Huda Ya
No comments:
Post a Comment